Ratusan kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Tulungagung, pada Jumat (09/10/2020) menggelar Aksi Damai penolakan Undang Undang (UU) Cipta Kerja.
Aksi damai kali ini diikuti oleh 100an mahasiswa yang dilakukan di depan gedung DPRD Tulungagung. Diawali dengan penyampaian tuntutan aksi damai mahasiswa tegas menolak pengesahan UU Cipta Kerja yang dinilai menyengsarakan pengusaha kecil, buruh dan lebih menguntungkan sebagian pengusaha saja.
Muhamad Afifudin selaku Ketua PMII Cabang Tulungagung mengatakan, aksi ini akan ditindak lanjuti dengan membawanya ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar dilakukan Judicial Review.
“Ini merupakan bentuk penolakan kami atas Omnibus law yang menurut kami lebih banyak kemudhorotannya,dan menurut yang kita ketahui lebih banyak menguntungkan kaum kapitalis,”terangnya.
Menurut Afifudin terdapat beberapa point yang dinilai menyengsarakan dan tidak berpihak terhadap kepentingan rakyat. Seperti halnya pasal pasal bermasalah dan kontroversial dalam Bab IV Ketenagakerjaan UU ini.
Adapun pasal-pasal yang bermasalah misalnya pada pasal 59 terkait kontrak tanpa batas, kemudian pasal 79 tentang pemangkasan hari libur,pasal 88 terkait pengupahan opekerja dan pasal 91 mengenai sanksi bagi pengusaha yang tidak membayar upah, dihapus melalui undang undang tersebut.
“Dari sisi alam misalnya bisa merusak kelestarian alam atas dasar Investasi, itu yang paling kami soroti saat ini.Selain itu ada juga di bidang pendidikan yang juga kita soroti,” sambungnya.
Seusai menyampaikan aksinya, para peserta demo melakukan aksi teatrikal dengan menaburkan bunga tanda duka cita di depan gedung DPRD Tulungagung.
Jika tuntutannya untuk menolak undang undang tidak didengarkan, Afifudin menyebut akan menggelar aksi dengan jumlah masa lebih besar lagi.
Berikut poin penting yang menjadi tuntutan dari PMII Tulungagung terhadap UU Cipta Kerja.
Point-point Penolakan Subtansi PMII Tulungagung terhadap UU Cipta Kerja:
- Kecewa karena DPR dan Pemerintah tidak peka terhadap kesengsaraan rakyat ditengah pandemic covid-19 dan tidak fokus untuk mengurus dan menyelesaikan persoalan covid-19, justru membuat peraturan yang merugikan buruh dan rakyat yang justru menguntungkan para investor dan pengusaha.
- Mengatakan DPR dan Pemerintah telah memfasilitasi kepentingan permainan ekonomi orang yang beerkuasa dan berkepentingan yang dilegalkan dalam UU Cipta Kerja, dengan dalil mendorong pemulihan ekonomi nasional dan membawa Indonesia memasuki era baru perekonomian global untuk mewujudkan masyarakat yang makmur, sejahtera, dan berkeadilan.
- Berpendapat Proses Pembentukan UU Cipta Kerja tidak partisipatif dan dan tertutup. Seharusnya, proses pembuatannya dilakukan dengan para pekerja untuk menyerap aspirasi pihak pekerja yang diatur.Proses pembentukannya melanggar prinsip kedaulatan rakyat sesuai Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 dan tidak mencerminkan asas keterbukaan sesuai Pasal 5 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Terlebih, pembentukan dan pengesahannya dilakukan ditengah pandemic covid-19.
- Merasa UU Cipta Kerja tidak menjamin kepastian hukum dan menjauhkan dari cita-cita reformasi. Sebab, pemerintah dan DPR berkilah bahwa RUU Cipta Kerja akan memangkas banyak aturan yang dinilai melebihi regulasi. Namun, faktanya nantinya akan banyak pendeligasian pengaturan lebih lanjut pada peraturan pemerintah.
- Mengatakan DPR dan Pemerintah tidak pro terhadap rakyat kecil khsusunya buruh, sebab terdapat beberapa pasal-pasal bermasalah dan kontroversial yang ada didalam Bab IV Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja, yakni Pasal 59 terkait Kontrak tanpa batas; Pasal 79 hari libur dipangkas; Pasal 88 mengubah terkait pengupahan pekerja; Pasal 91 aturan mengenai sanksi bagi pengusaha yang tidak membayarkan upah sesuai ketentuan dihapus lewat UU Cipta Kerja; Pasal 169 UU Cipta Kerja menghapus hak pekerja atau buruh mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja (PHK), jika merasa dirugikan oleh perusahaan;
- Merasa miris DPR dan Pemerintah akan memperkecil kemungkinan pekerja WNI untuk bekerja karena UU Cipta Kerja mengapus mengenai kewajiban mentaati ketentuan mengenai jabatan dan kompetensi bagi para Tenaga Kerja Asing (TKA). Dengan disahkannya UU Cipta Kerja, TKA akan lebih mudah masuk karena perusahaan yang mensponsori TKA hanya membutuhkan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), tanpa izin lainnya.
- Berpendapat UU Cipta Kerja tidak mencerminkan pemerintahan yang baik (good governance). Sebab, dalam pembentukannya saja sudah main kucing-kucingan dengan rakyat, apalagi nantinya saat melaksanakan UU Cipta Kerja, bisa jadi rakyat akan di akal-akali dengan UU Cipta Kerja.
- Sangat kecewa UU Cipta Kerja menghilangkan point keberatan rakyat mengajukan gugatan ke PTUN apabila perusahaan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin lingkungan tanpa disertai Amdal. Sangat jelas disini, DPR dan Pemerintah berpihak pada kepentingan investor pelaku oligarki tanpa peduli terhadap kerusakan lingkungan dan kehidupan rakyat. Hal ini tentu tidak sesuai dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia, yakni mensejahterakan rakyat.
- Kecewa DPR dan Pemerintah mengkapitalisasi sektor pendidikan dengan memasukan aturan pelaksanaan perizinan sektor pendidikan melalui perizinan berusaha dan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah. Hal ini termuat dalam Paragraf 12 Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 65 ayat (1) dan (2) UU Cipta Kerja.