Muqadimah

Saya ucapkan selamat dan “bahaya” kepada sahabat saya, rival saya. M. Aris Baiqi yang telah terpilih sebagai Ketua Umum Cabang PMII Tulungagung masa jihad 2022/2023. Di momen yang sakral ini, rekonsiliasi dan evaluasi menjadi hal yang pasti. Banyak sekali Pekerjaan Rumah dan tanggungan program dari tahun kemarin yang perlu dilanjutkan serta diaktualisasikan.

PC PMII telah berusia lansia, dalam bahasa Jawa “sepuh”. Menggali dari riset saya, dan tim kemarin, simpang siur tahun dari berbagai versi, PC PMII Tulungagung telah ada dan eksis sedari tahun 1963. Menjadi “sepuh” bukanlah perkara yang mudah, selain sebagai motor ideal dari percontohan organisasi ekstraparlementer yang ada di lingkup Tulungagung, ke-sepuh-an juga wajib tampil dalam lanskap yang lebih rapi. Terikat dengan bagaimana PMII akan dimaksimalkan dalam berbagai lingkup kerja. Entah keilmuan, kelembagaan, kualitas kader, kemandirian “ekonomi” atau “politik” dan berbagai lingkup yang lain.

Hormat saya secara pribadi, semoga hal ini akan bisa diimplementasikan di tahun kepengurusan ini. Ada sedikit catatan yang saya pribadi gali selepas setahun penuh menjabat sebagai Kordinator Biro Pengembangan Intelektual dan Eksplorasi Teknologi di tahun kepemimpinan Ketua Umum Utri Suciati. Catatan ini mungkin memang terkesan remeh dan tidak sehebat usulan-usulan Sahabat Rayon atau Sahabat Komisariat yang akan digagas dalam Raker (Rapat Kerja), tetapi sedikit catatan ini semoga bisa bermanfaat sebagai stimulus pembacaan atas fenomena internal PMII maupun sosial Tulungagung secara umum.

Kondisi PMII dan Peta Sosial Tulungagung

Sebagai wilayah yang hendak “menjadi” Kabupaten berkemajuan, Tulungagung sedang digagahi dalam upaya pembangunan dan pemudahan mobilitas sosial. Program pendirian jalan Tol dan Jalur Lintas Selatan (JLS) menjadi program primer yang sedang dijalankan. Berbagai resiko dan analisis keuntungan telah dilakukan, capaiannya Tulungagung diperkirakan akan mengalami kenaikan ekonomi yang cukup masif di tahun 2023-2030. Tidak dalam analisis yang dangkal, hal ini diperlihatkan dengan maraknya berdiri gedung-gedung baru dan pembenahan di berbagai sektor infrastruktur.

Dalam segi yang lain, entitas pendidikan di Tulungagung juga mengalami peningkatan. Dengan meningkatnya tingkat fasilitas pendidikan, seperti IAIN Tulungagung yang menjadi UIN, berdirinya institusi baru (STAIMAS di Ngunut) atau statuta kampus lain yang juga tambah meroket. Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam serta bahkan Sumber Daya Teknologi semakin ditingkatkan secara masif. Aspek-aspek inilah yang mungkin akan menjadi landasan kerja PMII dalam mengawal berbagai isu-isu baru. Terlebih lagi, saya pribadi juga membaca, akan ada pendirian WKP Wilis sebagai upaya pendirian Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi yang dicanangkan oleh pemerintah. Maka dari itu, PMII diwajibkan untuk mengawal berbagai acuan yang akan terjadi ini, entah dari pengawalan aspek ekonomi, sosial, kebudayaan, pendidikan maupun peta politik yang ada di Tulungagung.

PMII sebagai Shadow-Goverenment

Dalam kajian teori politik yang “liar” dan penuh “konspirasi”, ada satu ruang non-birokratis yang biasanya diisi oleh kelompok atau elemen individu di luar pemerintahan. Term kontemporer yang muncul ialah “Shadow-Goverenment”(Pemerintah Bayangan), dalam term yang lain “Shadow State”. Saya kira, PMII berlaku dalam ibadah yang demikian. Mengapa?

Dalam takaran instrument sosial, PMII masuk dalam jajaran Organisasi Kepemudaan (OKP) yang berjalan di ruang-ruang akademik atau institusi pendidikan perguruan tinggi. Kehadiran PMII tak hanya sebagai ideological-tools (perkakas ideologis) Nahdhatul Ulama dalam ruang kaderisasi, melainkan juga sebagai basis kunci pengembangan kualitas mahasiwa. Maka dari itu, PMII tak hanya mengikuti ritme pengembangan akademik semata, melainkan juga harus menata strukturnya untuk seimbang-setara dengan struktur lembaga perguruan tinggi. Sederhananya, jika ada 37 Prodi, seperti yang ada di UIN SATU Tulungagung, maka PMII harus juga memiliki 37 Rayon, sebagai penyeimbang “balancer” kebijakan lembaga pendidikan terkait.

Di ruang eksternal, PMII juga berkedudukan setara dengan Pemerintahan Kota atau Kabupaten setempat. Jika ada Dinas-dinas yang mengurusi berbagai kepentingan masyarakat, seperti Lingkungan Hidup, Tata Wilayah, dan lain-lain, maka PMII juga perlu ambil serta dalam mengevaluasi kerja dinas tersebut. Itulah intinya Shadow-Goverenment.

PMII tidak hanya mengawal kebijakan, tetapi berkepintangan untuk mengevaluasi, mengkritik dan membuat program tandingan yang mungkin bisa digagas dan diprakarsai oleh PMII sendiri. Jika demikian terjadi, PMII bisa tampil sebagai Pemerintahan Bayangan yang mampu berdikari dan membuat korespondensi positif dengan pemerintahan setempat.

PMII dan Tata Internal-nya, Versi Saya

Yang “ingin” saya gagas hanya perkara sederhana, antara lain; Pertama, pemasifan kaderisasi. Kaderisasi sekarang ini sudah masif secara konvensional, mungkin hanya perlu divariasi dengan peta perkembangan teknologi. Kaderisasi digital atau virtual juga perlu dicanangkan untuk men-stimulasi calon kader baru, entah dalam bentuk audio-visual, flayer atau podcast-podcast short-time yang berisi konten yang nilainya menyoal ke-PMII-an, materi Aswaja dan berbagai ilmu doktriner PMII. Jika ini terjadi, dimungkinkan adanya kemajuan dalam ritme kaderisasi. Sekalipun demikian, perlu juga ada sedikit tambahan variasi untuk Fasilitator atau Instruktur terkait kecapakan digital, agar tidak hanya terjebak pada transaksi keilmuan baku semata lewa ruang Pelatihan, melainkan juga dalam ruang sosial media.

Kedua, pendirian Lembaga Penelitian dan Observasi (LPO) dan Lembaga Pers Pergerakan (LPP). Mengapa hal ini sangat urgen perlu dibentuk? Lembaga ini akan berjalan sebagai instrumen kedua selepas struktur eksekutif PMII. LPO ini akan menggodok data-data lapangan, sebagai ruang penggodokan Paradigma dan Keilmuan serta proyeksi-proyeksi dapur Pemikiran PMII. Diharapkan, hadirnya LPO akan memberi output index versi PMII sendiri dalam pengawalan kebijakan daerah, semisal Index Kemiskinan, Index Minat PEMILU, dan lain-lain.

Sedangkan, LPP akan menjadi mercusuar ideologis sebagai Media Independen PMII. Sebagai organisasi yang kuat, LPP akan menyebar informasi, produk hukum atau program tandingan PMII di berbagai hal. LPP akan memaksimalkan kerja advokasi media yang ketika terjadi simpang siur informasi dari berbagai media yang lain. Jika kokoh, LPP juga bisa menjelma corong media masa yang dikonsumsi oleh khalayak umum, dengan catatan memang ada jurnalis-jurnalis terampil yang memberitakan fenomena dengan tepat.

Sebenarnya masih ada berbagai gagasan lain yang mungkin menarik untuk dibahas. Dicukupkan tulisan ini tak sebagai pangkal akhir usulan. Semoga ketika Raker nanti, akan lahir lebih banyak gagasan segar yang bisa kita canangkan.

Kowim Sabilillah

Kala RaKor di Angringan Iki, Boyolangu, Tulungagung: 13 Oktober 2022.