PMII TULUNGAGUNG NEWS – Kembali lagi dalam rangkaian acara Mahbub Djunadi Fest yang diadakan oleh PC PMII Tulungagung. Setelah kemarin mengadakan berbagai lomba dan juga kegiatan PMII Camp yang bertempat di Bumi Perkemahan, Sendang Tulungagung, kali ini PC PMII Tulungagung mengadakan acara yang tak kalah menarik yaitu Peringatan Haul ke – 28 H. Mahbub Djunaidi yang bertemakan “Suri Santun Mahbub Djunaidi” yang bertempat di Sekretariat Lantai 2 PC PMII Tulungagung pada tanggal 04 November 2023 malam.
Di antara yang membuat acara ini begitu spesial yaitu kehadiran daripada salah satu sosok pendiri PMII yang hingga saat ini masih bisa membersamai kita. Beliau tidak lain dan tidak bukan yakni KH. Munsif Nakhrowi. Beliau merupakan salah satu dari 13 founder (pendiri) PMII yang berasal dari kabupaten Malang, namun pada kala itu harus mengenyam pendidikan perguruan tinggi di Yogyakarta karena minimnya kampus-kampus yang ada pada saat itu. Beliau merupakan sekretaris PP IPNU yang pertama sekaligus salah satu dari 13 orang perwakilan dari setiap daerah yang menyuarakan lahirnya organisasi baru yang akan menjadi wadah bagi mahasiswa mahasiswa nahdhliyin pada saat itu.
Dalam penuturannya, beliau mengungkapkan rasa kagum dan juga bangga bahwa pada zaman sekarang, nama Mahbub Djunaidi sebagai ketua umum PMII yang pertama masih sering digaungkan dimana-mana, bahkan menjadi idola dari kader-kader PMII hingga sekarang. Namun tak heran juga nama Mahbub Djunaidi masih eksis sampai sekarang tidak lain dan tidak bukan karena berbagai macam karya, kisah, dan juga track record-nya yang sangat membekas bagi seluruh orang yang mengenalnya, celetuk KH. Munshif Nahrowi. Beliau menyebutkan bahwa julukan “Pendekar Pena” bukan cuma julukan semata yang diberikan kepada almarhum Mahbub Djunaidi, namun julukan ini diperoleh dari berbagai macam aksi-aksi intelektual dan juga karya yang beliau torehkan.
Statemen inilah yang menjadi awal dari cerita KH. Munshif Nahrowi tentang siapa sebenarnya Mahbub Djunaidi, dan bagaimana kisah awal mula berdirinya organisasi besar yang Bernama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia. Cerita KH. Munshif Nahrowi bermula dari keinginan serta hasrat dari mahasiswa-mahasiswa NU yang berproses di perguruan tinggi untuk bisa mempunyai wadah tersendiri tanpa adanya tendensi maupun intervensi dari pihak manapun. Akan tetapi NU belum memandang perlu adanya wadah tersendiri bagi kader – kader mahasiswa NU.
Namun kecenderungan ini sudah mulai diantisipasi dalam bentuk hadirnya departemen baru dalam struktur organisasi IPNU, yang dinamakan Departemen Perguruan Tinggi IPNU. Inilah yang merupakan cikal bakal dari PKPT atau Pimpinan Komisariat Perguruan Tinggi yang kita kenal hingga sekarang, ujar beliau. Namun dengan hasrat yang memang sudah tidak dapat terbendung lagi untuk menciptakan wadah tersendiri bagi mahasiwa-mahasiswa NU yang berproses di perguruan tinggi. KH. Munsif Nahrowi menyebutkan bahwa pada akhirnya pihak pihak yang menjadi perwakilan dari setiap daerah melakukan perkumpulam dalam sebuah musyawarah selama tiga hari pada tanggal 14-16 April di Taman Pendidikan Putri Khadijah Wonokromo Surabaya. Mengenai versi yang saya tangkap, dalam penelusuran tekstual dalam modul-modul kaderisasi formal dan berbagai artikel, terdapat berbagai catatan yang menyebutkan bahwa jumlah pendiri PMII adalah 13 orang. Tetapi yang uniknya dalam versi kedua ketika kemarin KH Munshif Nahrowi selaku salah satu pendiri dalam tuturnya menyebutkan bahwasannya PMII didirikan oleh 14 orang. Hal ini merupakan sesuatu yang baik yang dapat kita ambil sisi positifnya sebagai wujud memperkaya data sejarah yang telah berlalu.
Lanjut lagi kepada cerita beliau, dalam musyawarah tiga hari tersebut dari beberapa usulan nama yang muncul, pada akhirnya di pilihlah “Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia” sebagai nama dari organisasi yang telah lama mereka idam-idamnkan. Setelah pembentukan nama tersebut, selanjutnya berundinglah mereka tentang di mana letak sekretariat pimpinan besar dari PMII. Akhirnya disepakatilah kota Jakarta sebagai tempat dari Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indoneisa. Karena Jakarta yang terpilih sebagai temapt Pengurus Besar, maka mereka pun menyepakati bahwa ketua umum dair PMII haruslah orang Jakarta juga, tentunya dengan alasan supaya lebih efektif dan tidak menggangu kegiatan sehari-hari dari sang ketua umum, ujar KH. Munshif Nahrowi.
Pada akhirnya dari 14 orang perwakilan tersebut, diutuslah beberapa perwakilan dari Jakarta untuk berunding guna memutuskan siapa yang akan ditunjuk sebagai ketua umum, pada akhirnya dari perundingan yang dilakukan oleh A. Khalid Mawardi, Said Budairy, dan Sobich Ubaid selaku perwakilan dari Jakarta, muncullah sebuah nama yang bukan merupakan salah satu dari tiga orang tersebut. Yakni tidak lain dan tidak bukan adalah Mahbub Djunaidi yang mereka sepakati sebagai bakal calon ketua umum pertama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia.
KH. Munshif Nahrowi lanjut menceritakan bahwa anehnya, meskipun semua yang hadir pada saat itu bukan cuma dari Jakarta. Namun semua perwakilan yang hadir dalam forum tersebut langsung menyatakan setuju ketika nama Mahbub Djunaidi disebutkan sebagai calon ketua umum PMII yang pertama. Tentunya hal ini bukan tanpa sebab, KH. Munshif Nahrowi menyebutkan bahwa yang mereka nilai pada saat itu yang pertama yakni dari nasab Mahbub Djunaidi sendiri yang merupakan anak dari KH Moehammad Djoenaidi. Beliau merupakan salah satu dari sekian banyak tokoh Betawi yang ikut berjuang dalam wadah Nahdlatul Ulama’. Selain itu beliau juga seorang tokoh NU dan Anggota DPR hasil dari pemilu 1955. Definisi “buah jatuh tak jauh dari pohonnya” memang pantas untuk diungkapkan untuk almarhum H. Mahbub Djunaidi. Selain daripada nasab, karakter serta kecerdasan beliau tidak lepas dari keteladanan yang beliau dapatkan dari orang tuanya.
KH. Munshif Nahrowi sebagai salah satu teman seangkatan dari almarhum H Mahbub Djunaidi pun mengakui bahwasannya memang Mahbub Djunaidi berada di level yang berbeda dengan para pendiri PMII bahkan sampai sekarang pun beliau masih belum menemukan kader PMII yang selevel dengan sang ketua umum pertama, ujarnya kemarin malam. Mahbub Djunaidi dikenal sebagai seorang yang multitalenta, ia dikenal sebagai wartawan, sastrawan, organisatoris, politikus, dan berbagai macam julukan baik yang melekat dalam pribadinya. Keberaniannya menyampaikan kebenaran bahkan kritik-kritik sosial yang begitu tajam dan sangat mendalam dalam tulisannya menjadikannya sosok yang begitu banyak dikagumi orang.
Tentu saja ada ciri khas lain yang membuat tulisan dari seorang Mahbub Djunaidi yang membuatnya spesial di mata orang lain. Ciri khasnya berupa pemberian kata-kata satire dan humoris dalam kritiknya yang pedas dan tajam, membuat subjek yang dikenainya tidak merasa mati kutu karena merasa tersindir tanpa adanya rasa sakit hati. Gabungan antara humor dan satire disertai dengan unsur kritik, serta gaya tulisannya yang ringan dan mengasikkan, seolah bermain main, namun permasalahan seriuslah yang diangkat. Keunikan dalam gaya penulisannya inilah yang membuat berbagai media pada kala itu ingin bekerja sama, dengan meminta Mahbub Djunaidi untuk mengisi media tersebut dengan karya-karyanya. Namun memang pada saat itu Kompas Koran-lah yang memang paling berlangganan dan sering menerbitkan karya karya beliau, ujar KH. Munshif Nahrowi.
Bukan hanya itu, bahkan diceritakan pula oleh KH. Munshif Nahrowi pada suatu momen di mana beliau dan beberapa temannya menginap dikediaman Mahbub Djunaidi. Di dalam sebuah bangunan rumah yang sangat luas, di berbagai sisinya terdapat ratusan ribuan buku yang tersusun dan menjadi bahan bacaan dari seorang Mahbub Djunaidi. Hal inilah yang menjadi alasan betapa luasnya pengetahuan beliau, betapa banyaknya bidang yang beliau kuasai, seta banyaknya keilmuan yang beliau pelajari, rasa haus akan ilmu pengetahuan yang sejalan dengan eka citra PMII (Ulul Albab) inilah yang membuat beliau sukses dengan berbagai track recordnya.
Diceritakan juga bahwa Mahbub Djunaidi merupakan seorang peduli terhadap semua lapisan Masyarakat. Baginya semua orang tak ada bedanya, lapisan pergaulannya sangat luas, semua orang disapa dan diperlakukan dengan sama. Pribadinya yang humble dan humoris inilah yang membuat dikenal dan disukai banyak orang. Hingga ada suatu cerita dari KH Munshif Nahrowi yaitu jika ada suatu perkumpulan. Apabila kita mendengar suara tertawa terbahak-bahak pasti disitu ada Mahbub, ujar beliau sambil tersenyum mengenang kejadian tempo dulu.
Begitu panjang dan sangat mengena tentang apa yang dapat kita pelajari dan dapat kita ambil hikmah serta motivasi dalam rangkaian cerita dari kehidupan Sang Pendekar Pena. H. Mahbub Djunaidi yang merupakan ketua umum pertama dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia. Hal inilah yang patutnya sering kita kaji sebagai kader-kader PMII penerus dari para pendahulu yang sangat hebat di masanya, bahkan jasa-jasa mereka tetap dikenang hingga saat ini. Layaknya pepatah “tak kenal maka tak sayang” maka kita sebagai kader-kader muda PMII sudah sepantasnya untuk mempelajari sejarah, mengenal sosok tokoh dalam sejarah tersebut sehingga kita sadar untuk meneladani suri santunnya serta menimbulakan semangat juang yang militan untuk masa depan PMII, Negara Indonesia, dan Agama Islam yang semakin maju kedepannya.
Kedungwaru, 05 November 2023
Penulis: Fikri Miftahul Faizin (Kader PMII Rayon Al-Freire)
Editor: Kowim Sabilillah