Menulis merupakan sebuah kebiasaan bagi seorang mahasiswa. Dari pertama kali masuk kuliah perkerjaan utama dan bisa dikatakan kebiasaan wajib mahasiswa adalah menulis. Maka dari itu janganlah kaget ketika sewaktu-waktu Anda diminta untuk menulis.


Bagi sebagian orang menulis memang bukanlah perkara gampang. Kesulitan ini terkadang menggaggu pikiran. Ketika pikiran terganggu, menulis seolah akan sulit. Bahkan, dianggap sebagai momok yang setiap kali dihindari.


Tak jarang, banyak yang mengeluh soal menulis. Pertama yang biasa ditemui adalah bagaimana cara agar bisa menulis, supaya menghasilkan karya yang mudah dibaca dan mudah dipahami. Banyak dari mereka bahkan lewat jalur belakang untuk dapan menyelesaikan tulisannya dengan cara yang kurang baik. Seperti halnya copy-paste.


Pekerjaan dengan kopi-pasti adalah hal yang sering dilakukan oleh beberapa orang, entah itu mahasiswa, dosen, bahkan orang biasa. Namun hal yang sangat tidak terpuji jika, seseorang mengkopi-pasti hasil karya orang lain tanpa mnyebutkan sumber atau siapa yang menuliskannya. Mungkin bisa disebut sebagai plagiasi, atau bahaya dikenai tarif hukum.


Yang kedua adalah kata pertama yang akan dituliskan. Terkadang seseorang terjebak dalam dinamika hal tersebut, hingga akhirnya gagal dalam menulis. Kegagalan itu bahkan akan berulang-ulang jikalau tidak segera diberikan solusi alternatif. Solusi ini juga disempaikan oleh sosok ketua umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) yang pertama yakni Mahbub Junaidi.


Ketika saya berselancar di media maya tirto.id saya menemukan hal menarik yang diungkapkan oleh beliau (Ketum PB PMII yang pertama yakn Mahbub Junaidi). Beliau menyebutkan “Selaku penulis saya ini generalis, bukan spesialis. Saya menulis ihwal apa saja yang lewat di depan mata. Persis tukang loak yang menjual apa saja yang bisa dipikul.”
Pengakuan itu ditulis Mahbub Djunaidi dalam esainya berjudul “Kesatria” ( Kompas, 14/6/1985).


Sebagai solusi alternatif seseorang dapat meniru sosok penulis, sekaligus aktifis, reformis yang satu ini. Menurut saya menulis tentang hal yang umum memudahkan seseorang dalam mengawali aktivitasnya untuk menulis, seperti yang diucapkan Mahbub. Selain memudahkan, cara ini terbukti dapat menghasilkan karya yang dalam sekali duduk.


Jadi bukan menjadi alasan jika setiap hari menemukan sesuatu di depan mata seseorang bisa langsung menuliskannya. Seperti halnya kopi, rokok, korek api, jalan-jalan, kuliah, nebeng dan lain sebaganya persis seorang pengepul.


Seorang pengepul ya tugasnya mengumpulkan. Jika ada ide yang lewat di depan mata maka segeralah untuk menuliskannnya. Jangan sampai ia lewat dengan begitu saja tanpa kita mengabadikan momen tersebut. Tentunya kita akan lebih sering lupa daripada mengingat momen-momen yang dianggap tidak terlalu penting padahal sebaliknya. Maka menurut saya kata itu adalah kunci sekaligus kata pertama yang pas untuk segera dituliskan.


Yang ketiga adalah bagaimana cara menulis agar tulisan menjadi bagus dan teratur. Kalau ini lebih pas jika seseorang meniru atau belajar dengan ahlinya. Ya ada hal yang menarik yang disampaikan oleh sosok penulis produktif kawakan Tulungagung yang satu ini. Siapa yang tak kenal sosok Ngainun Naim. Beliau adalah dosen sekaligus senior dalam bidang tulis-menulis. Siapa yang tak tahu dengan buku the power of writing, pendidikan multikultural, self development, the power of reading? Pasti banyak yang asing.


Tips ini saya ambil dari buku beliau the power of writing menurut beliau “kunci penting menulis itu-salah satunya- adalah tidak mudah menyerah. Jika mudah menyerah, tentu tidak akan menjadi penulis yang berhasil. Penulis yang berhasil semuanya memiliki mentalitas tahan banting. Berbagai hambatan dan tantangan yang dihadapi dapat diatasi dengan baik”. (Ngainun Naim: 2015).


Dari sini dapat dipahami bahwa menulis tidaklah mudah, butuh kekuatan yang ekstra. Jika tidak segera memulai menulis seseorang tidak akan pernah bisa menuliskan sejarahnya dan bisa jadi tidak akan berhasil dalam menyelesaiakan tulisannya sampai kapan pun. Jadi teruslah menulis hingga lanyah dalam menulis.


Menulis kata Pram, adalah sebuah bentuk keabadian maka jangan ngaku hidup abadi kalau belum pernah menulis. Mulailah menulis dari sekarang dan tuliskan sejarahmu bahwa kamu pernah hidup dan pernah menulis.